BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam sesungguhnya
telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan adanya dakwah Islam yang telah
dilakukan Nabi Muhammad saw. Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam
memiliki corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan
yang dilakukan secara terus meneruskan pascagenerasi nabi, sehingga dalam
perjalanan selanjutnya pendidikan Islam terus mengalami perubahan baik dari
segi kurikulum,sistem dan metode.
Secara eksplisit, pendidikan
mempunyai nilai yang strategis dan urgen dalam pembentukan suatu bangsa. Untuk
menjadikan pendidikan yang berarti harus menyediakan kurikulum,sistem dan
metode pendidikan yang baik tentunya kepada peserta didik. Hari ini kurikulum,sistem
dan metode pendidikan di Indonesia dapat kita katakan sudah berjalan dengan baik,
dan langsung dikelola oleh departemen pendidikan. Sebagaimana halnya dengan
faktor-faktor pendidikan lainnya,maka kurikulum,sistem dan metode pun memainkan
peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Kurikulum,sistem dan metode
mengalami perkembangan mengikuti perkembangan kebudayaan dan peradaban
masyarakat. Dalam perkembangannya, tentu saja kurikulum mengalami pembaruan
dalam isinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Munculnya pendidikan Islam
bersamaan dengan lahirnya Islam itu sendiri. Pendidikan pada awalnya dilakukan
dari rumah ke rumah, di masjid-masjid dan sebagainya. Ini dilakukan dengan
peralatan yang sederhana sekali. Kurikulum pendidikan Islam klasik merupakan
suatu sistem pendidikan klasik yang berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang
ada pada saat ini. Kalau ditinjau dari aspek tujuan, guru, murid, kurikulum,
metode, fasilitas, dan sarana prasarana, jelas terlihat perbedaannya. Sudah
banyak terjadi perkembangan-perkembangan dalam dunia pendidikan Islam.
Istilah pendidikan Islam
klasik dalam tulisan ini adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan individu, kelompok tertentu atau pemerintah/lembaga pemerintah,
formal atau non-formal dalam periode tertentu pada masa pertumbuhan dan perkembangan
Islam.
Kegiatan itu dilakukan di
rumah-rumah, majlis,masjid/halaqah dengan jenjang pendidikan dasar (kuttab),
menengah(masjid/masjid khan, zawiyah) sampai tingkat tinggi
(madrasah/al- Jamiah).
Karena pendidikan mempunyai
nilai yang strategis dan urgen dalam pembentukan suatu bangsa. Maka dalam
kesempatan ini penulis akan membahas tentang Kurikulum, Sistem dan Metode
Pendidikan Islam Klasik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas,
maka yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu, sebagai berikut:
- Apakah lembaga pendidikan Islam klasik memiliki kurikulum?
- Bagaimana bentuk kurikulum pada lembaga pendidikan Islam klasik?
- Bagaimana sistem, dan metode pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum Pendidikan
Kurikulum berasal dari bahasa
yunani dari kata ’curir’ artinya pelari,. Kata ’curere’ artinya tempat berpacu.
Curriculum diartikan jarak yang ditempuh oleh seorang pelari. Ketika itu
diartikan Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa/murid/peserta
didik untuk mendapatkan ijazah.[1]
Pada masa klasik pakar pendidikan islam menggunakan kata ’al-maddah’ untuk
pengertian kurikulum , karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat
tertentu. [2]
Kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa dalam suatu periode
tertentu. Dalam arti yang lebih luas, kurikulum sebenarnya bukan hanya sekedar
rencana pelajaran, tapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan
di sekolah.[3]
Dengan kata lain, kurikulum
mencakup baik kegiatan yang dilakukan pada jam belajar maupun di luar jam
belajar, sepanjang hal itu berlangsung di lembaga pendidikan. Karena itu ada
istilah ekstra-kurikuler, yaitu berbagai kegiatan yang dilakukan di luar jam
tatap muka di ruangan kelas. Akan tetapi, tentu saja kurikulum dalam pengertian
seperti itu baru dikenal pada sistem pendidikan modern, baik sekolah maupun
madrasah. Pada masa sebelumnya, meskipun sudah dikenal, muatan kurikulum tidak
seketat pengertian tersebut.
Pada hakikatnya kurikulum
pendidikan Islam klasik berbeda-beda menurut wilayah masing-masing. Tidak ada
pembakuan kurikulum yang dilakukan oleh Negara. Perbedaan kurikulum antara
tempat yang satu dengan tempat lainnya bukan didasarkan daerahnya akan tetapi
perbedaan tersebut didasarkan kepada guru yang memberikannya. Di Mesir misalnya
kurikulum dititik beratkan kepada fiqh, sedangkan di Madinah lebih menitik
beratkan kepada kajian hadis. Meskipun perbedaan kurikulum berbeda dengan
tempat yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi disepakati bahwa kitab suci
al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pokok ilmu-ilmu agama dan umum. Pada awalnya
kurikulum yang diajarkan berkisar pada belajar membaca al-Qur’an, menulis,
keimanan, ibadah, akhlak, dasar-dasar ekonomi dan politik yang semuanya
bersumber kepada al-Qur’an.[4]
Penentuan kurikulum adalah
terletak pada ulama, kelompok orang-orang berpengetahuan dan diterima sebagai
otoratif dalam soal agama dan hukum. Sebagai persiapan untuk belajar ilmu-ilmu
agama dan fiqh, seseorang mempelajari bahasa Arab mencakup gramatika dan
komposisi serta pengenalan dasar-dasar prosa dan puisi.
Pada perkembangan berikutnya
kurikulum pendidikan Islam merujuk kepada al-Qur’an dan hadis. Secara umum
materi yang diajarkan adalah ilmu naqliyah dan aqliyah. Maka kurikulum
pendidikan Islam klasik cukup variatif berdasarkan jenjang pendidikannya. Berikut
perkembangan kurikulum menurut jenjangnya:
- Kurikulum tingkat rendah
Kurikulum tingkat rendah
meliputi al-Qur’an dan agama, membaca, menulis, sya’ir, dan sebagian
prinsip-prinsip pokok agama dan ditambah juga dengan nahwu, cerita dan
berenang. Untuk putra-putri raja dan penguasa ditegaskan pentingnya pelajaran
khitabah (pidato), ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, di samping
ilmu-ilmu pokok seperti al-Qur’an, sya’ir dan fiqh
Penekanan kurikulum berbeda
antara negara yang satu dengan yang lainnya. Di Andalusia misalnya, untuk
tingkat rendah diajarkan al-Qur’an, dan dimasukkan materi lain seperti riwayat sya’ir-sya’ir,
prosa, berhitung, dan pembelaan negara sehingga kemampuan anak-anak dalam tulis
menulis dan khat sangat menonjol. Kemudian kemampuan menemukan
(discovery ) serta kemampuan menghubungkan cabang-cabang ilmu dalam mengintegrasikan
antara ilmu-ilmu naqli dan aqli lebih unggul
dibandingkan negeri Islam yang lain.
- Kurikulum tingkat atas
Kurikulum pendidikan tingkat atas
meliputi ilmu fiqih, nahwu, ilmu kalam, aljabar dan ilmu hitung.[5]
Namun sama halnya dengan tingkat rendah, kurikulum tingkat atas tidak sama
antara negara yang satu dengan yang lainnya. Setiap negara mempunyai kurikulum
yang khas dalam pendidikannya. Namun para pelajar tidak terikat untuk
kurikulumnya, dan guru-gurunya juga tidak terikat dengan kurikulum yang
ditentukan untuk dijadikan sumbur pegangan dalam pengajarannya.
Walaupun ilmu-ilmu naqliyah
cukup menonjol, namun ilmu-ilmu aqliyah mempunyai peranan penting. Ini terlihat
dalam hubungan yang kokoh antara ilmu-ilmu keagamaan dengan ilmu-ilmu bahasa,
kebudayaan sampai kepada abad ke 2 hijriyah. Dan menurut Makdisi tentang
kurikulum pendidikan, Makdisi menggambarkan secara garis besar tentang
kurikulum itu sendiri yang diajarkan dimadrasah. Ilmu-ilmu agama jelas mendominasi
madrasah, seperti juga lembaga-lembaga sebelumnya, masjid dan masjid-khan. Sejauh
pengetahuan kita sekarang, tidak ada dokumen
tertulis yang berisi rincian kurikulum satu madrasah. Hal ini memang sulit
untuk diharapkan mengingat sifat-sifat dasar madrasah. Pertama, tidak
adanya ikatan organisatoris antara satu madrasah dengan yang lain. Setiap madrasah
bebas menentukan materi dan sistem pengajarannya sendiri sesuai dengan
keinginan pemberi wakaf ( waqif ) yang mendukung operasinya. Kedua,
setiap syaikh atau mudarris bebas memilih bidang yang dia ajarkan; sekali
lagi,dia hanya terikat dengan waqfiyyah dari lembaga tempatnya mengajar. Jadi
apa yang dikatakan adalah suatu kesimpulan umum yang tingkat kebenarannya pasti
akan sangat bervariasi dari satu kasus kekasus yang lain yaitu bahwa kurikulum madrasah terdiri dari:[6]
- Ilmu-ilmu agama semacam: ilmu al-Qur’an, hadis, tafsir, fiqih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan disiplin-disiplin lain yang tergolong dalam kelompok ini.
- Ilmu-ilmu sastra yang dibutuhkan untuk mendukung kajian ilmu-ilmu agama juga diajarkan di madrasah, tetapi bukan menjadi bagian utama dari kurikulum.
Jadi, sebagai kesimpulan umum,
kurikulum madrasah terdiri dari ilmu-ilmu agama seperti: ilmu al-Qur’an,
hadist, tafsir, ushul fiqh, ilmu kalam dan lain-lain yang tergolong kelompok
ilmu-ilmu keagamaan Islam ini. Ilmu-ilmu sastra yang dibutuhkan untuk mendukung
ilmu-ilmu agama juga diajarkan di madrasah, tetapi tidak menjadi bagian utama
dari kurikulum. Deskripsi madrasah terdahulu menunjukkan bahwa ahli bahasa arab
(nahwi) adalah bagian dari staf di beberapa madrasah, namun posisinya
jelas tidak sepenting posisi mudarris yang mengajar ilmu-ilmu agama. Ilmu-ilmu
klasik belum diajarkan kecuali Filsafat, Kedokteran dan Astronomi, tetapi tidak
begitu dominan, karena pelajaran ini memiliki lembaga pengajaran tersendiri
(khusus).
B.
Pengertian Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan adalah suatu
pola menyeluruh dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen dan organisasi yang
memindahkan pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan
sosial, spiritual dan intelektual individu manusia. Sistem pendidikan Islam
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari beberapa unsur pendukung
terlaksananya kegiatan pendidikan Islam, seperti lembaga pendidikan, kurikulum,
media, guru, anak didik (peserta didik) dan metode pembelajaran yang
digunakan. Masing-masing unsur tersebut saling terkait dan saling mendukung
demi terlaksananya kegiatan sistem pendidikan Islam adalah :
a) Lembaga Pendidikan
Pada masa klasik ada lembaga pendidikan Islam yang
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pendidikan Islam. Lembaga-lembaga
pendidikan tersebut ntara lain :
1.
Maktab atau Kuttab
Maktab, atau tempat-tempat untuk mengajar menulis,
terdapat didunia Arab bahkan sebelum Islam. Maktab sesungguhnya merupakan sebuah
tempat untuk belajar membaca maupun menulis, yang terletak di rumah guru
di mana para murid berkumpul untuk menerima pelajaran..
2.
Masjid dan Jami’
Pada masa Islam klasik, mesjid mempunyai fungsi
yang jauh lebih besar dan bervariasi dibanding fungsinya yang sekarang. Dulu, disamping
sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial dan politik
umat Islam. Jami’ adalah mesjid yang digunakan sebagai tempat melaksanakan
ibadah sholat Jum’at, sedangkan Mesjid adalah mesjid yang lebih kecil yang
hanya digunakan sebagai tempat ibadah harian yang lain, kecuali sholat dan
khutbah Jum’at. Mesjid Jami’ termasuk lembaga pendidikan tertua di dunia Islam yang
digunakan sebagai tempat pengajaran humaniora dan ilmu-ilmu agama.
3.
Darul Hikmah Darul Ilmi
Darul al-Hikmah
ini muncul pada waktu bercampurnya berbagai bangsa dan peradaban pada masa
Daulah Abbasiyyah dan pada masa bangkitnya gerakan intelektual yang
mendorong orang-orang Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan zaman kuno.
4. Madrasah
Langkah perkembangan lembaga
pendidikan tinggi Islam berikutnya di bawah patronase
wazir Nidham al-mulk, sekitar tahun 1064. Bangunan baru yang disebut
madrasah ini mengambil masjid Khan sebagai model. Madrasah (dalam bentuk
klasiknya) dapat disebut sebagai akademi (college) sebagaimana kita kenal
sekarang. Madrasah mempunyai perpustakaan yang tergabung dalam bangunan yang
sama. Walaupun perpustakaan telah terdapat di istana dan rumah-rumah bangsawan
dan hartawan, perpustakaan sebagai bagian dari masjid-akademi adalah hal yang
jarang. Madrasah merupakan satu jenis lain dari lembaga pendidikan Islam, dan
mulai muncul pada akhir abad ke IV Hijriah[7]
Madrasah merupakan hasil evolusi dari mesjid sebagai lembaga pendidikan
dan Khan sebagai tempat tinggal mahasiswa.Madrasah menempati langkah
ketiga dari satu garis perkembangan, dengan urutan : masjid, ke masjid-Khan,
kemudian ke madrasah[8]
madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam per excellence sampai pada
priode modern dengan diperkenalkannya lembaga-lembaga pendidikan modern, seperti
universitas.[9]
b) Lembaga-lembaga Pendidikan
lain, seperti : Dar al-Qur’an al Hadits, Daaru Kutab(perpustakaan) ,
Al- Bimaristan ( tempat mempelajari ilmu kedokteran secara praktis)
dan lembaga pendidikan Sufi.
C.
Pengertian Metode Pendidikan
Metode pendidikan Islam
merupakan unsur dari sistem pendidikan Islam, keberadaannya penting dan memang
harus diperhatikan oleh setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan,
baik itu guru maupun murid sebagai peserta didik. Secara sederhana kata metode
dipahami sebagai suatu cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
dapat disebutkan bahwa metode pendidikan Islam adalah segala cara dan usaha
yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan Islam,
dengan melalui berbagai aktivitas yang melibatkan guru sebagai pendidik dan
murid sebagai anak didik. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam, metode
pembelajaran yang diterapkan telah mengalami berbagai perubahan dan
pengembangan. Di antara perkembangan yang terjadi pada metode pendidikan
Islam,adalah yang terjadi diterapkan pada masa Islam klasik. Ahli sejarah mencatat,
setidaknya ada beberapa bentuk metode pendidikan yang diterapkan yaitu : halaqah,
hafalan, munazarah, ,mudzakarah, Imla’ dan rihlah ilmiah.
- Halaqah
Bentuk yang paling sederhana
pendidikan muslim pada masa awal adalah duduk melingkar. Ini merupakan
pengalaman pendidikan yang khas dalam Islam dikenal dengan nama Halaqah,
yang arti harfiahnya sebuah perkumpulan yang melingkar (pengkajian yang dilakukan
dengan duduk melingkar). Dinamakan demikian, karena guru duduk di tengah-tengah
sebuah mimbar atau bantal yang membelakangi tembok atau tiang, dan para pelajar
duduk dengan membentuk setengah lingkaran di depan guru. Lingkaran tersebut dibentuk
menurut tingkatnya, semakin tinggi tingkat seseorang pelajar,atau pelajar
pengunjung, maka ia duduk paling dekat dengan gurunya. Dalam kegiatan
berbentuk halaqah, murid yang lebih tinggi, pengetahuannya duduk
dekat dengan Syeikh, sedangkan murid yang level pengetahuannya lebih rendah
duduk sedikit lebih jauh dan mereka berusaha dengan keras untuk dapat
mengubah posisi lebih dekat dengan Syeikhnya. Kegiatan perkuliahan di Halaqah,
secara singkat berlangsung dalam rangkaian kegiatan berikut :Syeikh membuka
perkuliahan dengan membaca basmallah, mengucap shalawat dan salam bagi Rasulullah.
Disertai dengan memberikan dorongan kepada murid supaya menuntut ilmu, bersifat
rendah hati dalam menuntut ilmu, dan berusaha menjalani hidup yang baik
serta berbudi luhur.
Kemudian dilanjutkan dengan memberikan penjelasan
tentang materi pelajaran sambil menghubungkannya dengan topik yang telah
dibahas sebelumnya. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Syeikh
biasanya mendiktekan bahan pelajaran (al-Qur’an dan Hadits) kepada para
murid, kemudian menjelaskannya serta menafsirkannya terutama pada
bagian-bagian yang dipandang sukar dari hadits dan al-Qur’an. Sementara Syeikh memberikan
penjelasan, para murid aktif menulis semua keterangan yang diberikan oleh Syeikh.
Sebelum mengakhiri pembelajaran, Syeikh biasanya mengulang kembali apa
yang telah dibacakan dan dijelaskan serta disesuaikan dengan catatan para murid
dengan cara menyuruh seorang murid untuk membaca catatannya. Kemudian
mengakhiri pelajaran dengan membaca do’a.
Kurikulum lingkaran
studi(halaqah) sesuai dengan pengetahuan dan minat seorang Syekh, tergantung
pada pengalamannya, dan biasa juga pada ijazah (pengakuan) dalam bidang
keahliannya. Masa keterkaitan seorang murid dengan sebuah lingkaran studi
(halaqah) tergantung kepada ketekunan dan target-targetnya sendiri. Ketika
sudah tidak mencapai titik maksimal dalam belajar pada seorang guru, murid tersebut
dapat beralih kepada guru lain. Sehingga seorang murid bisa saja menghabiskan
masa hidupnya dalam perjalanan, beralih dari seoran guru (Syekh) ke guru(Syekh)
lain yang terkenal.
- Hafalan
Pada masa Islam klasik hafalan
memiliki peranan penting dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini selain
dikarenakan daya hafal bangsa Arab yang kuat, juga dikarenakan memang
hanya hafalanlah yang efektif digunakan pada masa itu. Ditambah lagi pada masa
itu media simpan ilmu pengetahuan belum memadai jumlah dan penyediaannya. Kondisi
ini mempengaruhi metode pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pendidikan Islam
pada masa itu. Dalam catatan sejarah ditemukan bahwa anak-anak mulai belajar
dengan menghafal bebeapa surat dari al-Qur’an dan kewajiban agama seperti sembahyang
dan puasa.
Hafalan merupakan cara yang
harus ditempuh seseorang untuk dapat menguasai secara utuh berbagai
tradisi yang diriwayatkan dari orang Arab terdahulu melintasi abad demi abad,
termasuk dua naskah suci Islam al-Qur’an dan Sunnah, dan ilmu-ilmu keagamaan
lainnya.
Diya al-Din Ibn –‘Athir
mengemukakan pentingnya penghafalan dalam ingatan agar dapat menemukan
kembali unsur-unsur yang penting pada waktu dibutuhkan. Pengingatan kembali
hanya mungkin terjadi dengan melakukan pengulangan- pengulangan dan
praktek-praktek tertentu untuk memastikan bahwa materi-materi yang sudah
dihafalkan tetap lekat dalam ingatan dan dapat berfungsi pada waktu yang
dibutuhkan.
Menghafal sangat penting dalam
hal pembelajaran, seseorang dapat menghafal apabila ada pemahaman terhadap
konteks yang dihafal. Untuk memudahkan cara menghafal, al-Khatib menganjurkan agar
murid selalu duduk pada posisi yang dapat mendengar secara jelas terhadap apa
yang diucapkan guru. Selain itu suasana haruslah tenang dan mendengarkan dengan
seksama apa yang diucapkan guru.
Pentingnya metode hafalan ini
juga dirasakan para ilmuan sebagaimana komentar yang mereka utarakan berikut
ini :
1.
Qatada as-Sadusi mengatakan ia tidak pernah mendengar sesuatu tanpa
menghafalnya.
2.
Al-Hasan Ibn Zin Nun al-Shaghri mengatakan jika kamu tidak mengulangi
sesuatu lima puluh kali, ia tidak akan tersimpan dalam ingatan.
3.
Al-Ghazali merasakan betapa pentingnya menghafal ketika ia mengalami
buku-bukunya dirampas perampok dalam perjalanan. Ia mengatakan ambillah semua
hartaku, tapi jangan ambil buku-buku itu. Kejadian ini membuat beliau
menghabiskan waktunya selama tiga tahun untuk menghafal. Melalui hafalannya itu
ia tidak takut lagi untuk bepergian.
4.
Ibn al-‘Allaf mengatakan bahwa kertas (buku) adalah tempat yang tidak baik
untuk menyimpan ilmu pengetahuan. Memang diakui betapa berharganya ilmu
pengetahuan, tapi disisi lain dikatakan bahwa hapalan labih penting lagi.
5.
Abu Bakar Ibn al-Anbari mengatakan bahwa ia tidak pernah mengerti dari buku
tapi selalu dari hafalan.
6.
Ibn at-Tabban adalah seorang yang buta huruf namun ia melakukan dakwahnya
melalui hafalan.
7.
Ibn al-Munna pada usia 40 tahun cidera buta namun
lancar pendengarannya sehingga ia mengajar dari apa yang
diperolehnya lewat hafalan.
- Mudzakarah
Dalam kajian ilmu-ilmu
humaniora, istilah mudzakarah paling sering dalam arti diskusi ilmiah. Dalam
suatu mudzakarah beberapa orang terlibat dalam suatu percakapan tentang suatu
tema atau pelajaran tertentu ; mereka saling bertukar pendapat dan pengetahuan,
agar setiap cendikia yang terlibat memperoleh manfaat, begitu pula orang yang hadir
untuk mendengarkan saja.[10]
Istilah mudzakarah tidak hanya digunakan dalam satu aspek saja, tetapi
juga sering digunakan sebagai petunjuk percakapan yang dapat memberikan
pertukaran ilmu pegetahuan (seperti seminar).Mudzakarah juga digunakan sebagai
metode mempelajari dan mengahafal materi studi sastra khususnya ilmu qawa’id
an-nahwu.
- Munazharah
Munazharah merupakan suatu
metode pendidikan Islam pada masa klasik, yaitu dengan cara berdiskusi. Makdisi
menjelaskan bahwa munazharah merupakan suatu cara untuk menambah ilmu
pengetahuan dengan cara mengundang orang lain dan memperdebatkan masing-masing
pendapat yang disertai dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam munazharah, kepasihan lidah berbicara dan memiliki ilmu yang luas
sangat dihandalkan. Perdebatan(munazharah) juga merupakan alat untuk mencapai
kemajuan ilmu pengetahuan
Beberapa contoh ulama yang
dicatat sebagai ahli munazarah.Imam Syafi’i, yang terkenal sebagai seorang yang
suka melakukan munazarah untuk mencari kebenaran tentang satu soal tertentu.
Ada fungsi dari munazarah ini
yang sangat mendasar yaitu mengenai pemanfaatan orang yang memiliki keilmuan
yang tinggi yang bisa dijadikan rujukan khususnya bidang keilmuan mulai dari zaman
klasik sampai modern.
- Metode Dikte (Imla’)
Metode ini dilaksanakan oleh
guru dengan cara memberikan pelajaran dari hafalan, atau dari catatan yang
telah ditulisnya lebih dahulu untuk dibacakan kepada para murid. Pendiktean
dilakukan dengan lambat, yaitu satu-satu alinea atau satu-satu hadits, disertai
dengan menyebutkan sanadnya, dan para murid menuliskan apa yang di diktekan
guru mereka. Setelah guru selesai mendiktekan materi pelajaran dan
memberikan penjelasan atau penafsiran terhadap materi tersebut serta murid
telah selesai mencatatnya dengan baik. Guru seringkali membacakan apa-apa yang
telah didiktekannya. Atau disuruhnya salah seorang murid untuk membacakannya,
lalu diberikan pembetulan-pembetulan jika terdapat kesalahan-kesalahan
atau kekurangan-kekurangan pada penulisan para murid.
- Rihlah Ilmiyah
Rihlah Ilmiyah digunakan untuk setiap perjalanan
guna menuntut ilmu, mencari tempat belajar yang baik, mencari guru yang lebih
bisa memimpin pelajaran dengan baik pula, atau juga perjalanan seseorang ilmuan
ke berbagai tempat, apakah dia secara formal melakukan aktivitas akademis atau
sebaliknya. Dengan demikian rihlah‘ilmiyah bisa saja mencakup sebuah perjalanan
yang memang direncanakan untuk tujuan ilmiah (belajar, mengajar, diskusi,
mencari kitab dan lain sebagainya), atau sekedar perjalanan biasa yang dilakukan
oleh orang-orang yang terlihat dalam kegiatan keilmuan.Selanjutnya Hasan Asari
juga menjelaskan tentang praktek Rihlah Ilmiyah dapat juga ditemukan
dalam nas-nas dasar-dasar dasar agama Islam, baik dalam al-Qur’an maupun
hadits. Abu Hamid al-Ghazali, misalnya, menganjurkan rihlah ilmiyah dan bahkan
memandangnya sebagai pendukung penting yang dapat membantu keberhasilan
seseorang dalam kegiatan menuntut ilmu pengetahuan. Begitu pula dengan Ibn
Khaldun, dia melihat manfaat yang sangat besar dari praktek ini. Al-Khatib al-Baghdadi
juga memandang rihlah ilmiyah memiliki relevansi yang sangat tinggi,khususnya
dalam bidang hadis, sehingga ia menulis sebuah buku khusus membahas tema
tersebut. Ibn ‘Abd al-Barr juga menyisipkan sebuah pembahasan mengenai
praktek rihlah ilmiyah. Perkembangan rihlah ilmiyah ini juga ternyata
tidak diketahui secara jelas kapan dimulainya, namun sejarah
menunjukkan bahwasanya pada masa Rasulullah juga sudah ada karena beliau
pernah mengutus sahabat Muaz Ibn Jabal ke negeri Yaman dengan tujuan sebagai guru. Rihlah
Ilmiyah ini juga memiliki fungsi dalam peradaban intelektual Islam klasik.[11]
KESIMPULAN
Kurikulum pada zaman klasik secara garis besar
sudah ada walau tidak ada bukti tertulis tentang kurikulum tersebut, nyatanya yang
lebih mendominasi pada sebuah madrasah adalah kurikulum yang didalamnya adalah
muatan tentang agama. Dan biasa yang menentukan kurikulum adalah orang-orang
yang mempunyai otoritas atau penyusun perencanaan mata pelajaran pendidikan
Islam klasik adalah ulama yang menguasai bidangnya masing-masing.
Pada perkembangan berikutnya kurikulum pendidikan
Islam merujuk kepada al-Qur’an dan hadis. Secara umum materi yang diajarkan
adalah ilmu naqliyah dan aqliyah. Maka kurikulum pendidikan Islam klasik cukup
variatif berdasarkan jenjang pendidikannya. Berikut perkembangan kurikulum
menurut jenjangnya: Kurikulum tingkat rendah dan kurikulum tingkat atas.
Sistem pendidikan adalah suatu pola menyeluruh
dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen dan organisasi yang memindahkan
pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial,
spiritual dan intelektual individu manusia.
a)
Lembaga Pendidikan
1.
Maktab atau Kuttab
2.
Masjid dan Jami’
3.
Darul Hikmah Darul Ilmi
4. Madrasah
b) Lembaga-lembaga Pendidikan
lain, seperti : Dar al-Qur’an al Hadits, Daaru Kutab(perpustakaan) ,
Al- Bimaristan ( tempat mempelajari ilmu kedokteran secara praktis)
dan lembaga pendidikan Sufi.
Metode pendidikan Islam adalah segala cara dan
usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam, dengan melalui berbagai aktivitas yang melibatkan guru sebagai pendidik
dan murid sebagai anak didik.
Ahli sejarah mencatat, setidaknya ada beberapa
bentuk metode pendidikan yang diterapkan yaitu : halaqah, hafalan,
munazarah, ,mudzakarah, Imla’ dan rihlah ilmiah.
KURIKULUM, SISTEM DAN METODE
PENDIDIKAN KLASIK
MAKALAH
INI DISAMPAIKAN DALAM SEMINAR MATA KULIAH
SEJARAH
SOSIAL PEMIKIRAN DAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
Di susun oleh :
IMAM BASUNI
NPM : 1202001
Dosen Pengampu
Prof. Dr
Zaidi
Dr. Jamal Fahri, MA
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAIN JURAI SIWO METRO
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji milik Allah SWT
yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh.
Sholawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang paling baik diantara jalan yang ada didunia ini untuk menuju kepada
ridhotillah Tuhan semesta alam.
Dengan ma’unah (pertolongan)
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap agar pembaca
dapat memberikan kritik dan saran serta masukan yang membangun guna perbaikan
dikemudian hari.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya.
Metro,
16 Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................
1
- Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
- Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. PENGERTIAN
KURIKULUM PENDIDIKAN..................................... 3
1. Kurikulum tingkat rendah ................................................................... 4
2. Kurikulum tingkat atas........................................................................ 4
B. PENGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN.............................................. 6
....... a. Lembaga Pendidikan........................................................................ 6
....... 1. Maktab dan Kuttab ..................................................................... 7
....... 2. Masjid dan Jami’ ......................................................................... 7
....... 3. Darul Hikmah Darul Ilmi............................................................... 7
....... 4. Madrasah..................................................................................... 7
....... b. Lembaga-lembaga pendidikan
lain.................................................... 8
C. PENGERTIAN
METODE PENDIDIKAN............................................. 8
....... 1. Halaqoh........................................................................................... 9
....... 2. Hafalan............................................................................................ 10
....... 3. Mudzakarah..................................................................................... 12
....... 4. Munazharah..................................................................................... 12
....... 5. Metode Dekte (imla’)....................................................................... 13
....... 6. Rihlah Ilmiyah................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr
H. Abuddin Nata MA, Sejarah Pendidikan Islam,(Cet1 Jakarta, UIN Jakarta Press
Juli 2006
Prof. Dr
H. Abuddin Nata MA,(Ed) Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan
pertengahan,(Cet2 April 2010
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Persfektif Islam (Bandung:Rosdakarya, 1992)
Ali
Al-Jumbulati,Perbandingan Pendidikan Islam(Jakarta: Rineka Cipta,1994)
Hasan
Asari,Menyingkap Zaman
George A.
Makdisi,Cita Humanisme Islam Panorama
http://www.scribd.com/doc/16407165/Kurikulum-Pendidikan-Islam-Klasik
[1] Prof. Dr H. Abuddin Nata MA,
Sejarah Pendidikan Islam,(Cet1 Jakarta, UIN Jakarta Press Juli 2006, hal 82
[2] Prof. Dr H. Abuddin Nata MA,(Ed)
Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan pertengahan,(Cet2 April 2010,
hal 115
[4] Ali Al-Jumbulati,Perbandingan Pendidikan
Islam(Jakarta: Rineka Cipta,1994), h. 58.
[5] Ali Al-Jumbulati,Perbandingan
Pendidikan....,h. 68.11
[6] Hasan Asari,Menyingkap Zaman,h. 109-110
[7] Ibid, h. 40
[9] Hasan Asari, Ibid , h. 51
[10] George A. Makdisi,Cita
Humanisme Islam Panorama,….h. 315-316
[11]
http://www.scribd.com/doc/16407165/Kurikulum-Pendidikan-Islam-Klasik,
02-10-2012, 14.30